Catatan 1993


Hari ini, hujan yang turun semakin deras dan kami terjebak di suatu tempat yang tak dikenal. Sepertinya hujan mengetahui bahwa kami ingin bersama lebih lama, menyatukan kita dalam ketidakpastian yang semakin mencekam. Perasaan nyaman itu terus hadir ketika aku bersamanya, tapi ada yang salah dengan perasaan ini. Kembali pada saat-saat yang tidak tepat, namun ego ku tak pernah ingin melewatkan setiap momen bersama dengannya.

Dia berkata banyak hal yang berubah pada diriku, mungkin tanpa sadar aku telah berubah menjadi sosok yang lebih dewasa. Namun, perubahan itu tidak selalu positif. Aku merasa tak nyaman dengan perubahan-perubahan itu. Terlebih lagi, saat dia menyebut bahwa aku telah berubah menjadi seorang wanita, itu membuatku merasa tidak cukup baik dengan diriku sendiri. Aku bukanlah sosok yang memenuhi stereotip kecantikan, dan rasa takut akan penilaian orang lain selalu menghantui pikiranku.

Namun, ada sesuatu yang berbeda ketika aku bersama dia. Aku merasa menemukan sisi diriku yang telah lama terkubur, sosok yang bebas dan ceria, yang tidak terlalu memikirkan masalah dan tak takut menjadi diri sendiri. Dalam kehadirannya, aku merasa diterima dan dihargai apa adanya. Aku merasa seperti menemukan pelukan dan kehangatan yang hilang dalam hidupku. Awalnya, kami bertemu secara kebetulan untuk membicarakan beberapa hal, tapi sepertinya itu bukan pertemuan terakhir, dan tak pernah menjadi yang terakhir bagi kami. Menurutnya, kita seperti lingkaran tanpa titik awal dan tak ada akhir yang pasti.

Entahlah, tapi bagiku, dia adalah sosok yang hidupkan kembali semua mimpi dan semangatku. Dia membuatku selalu bersemangat mengejar cita-cita, merasa didukung dan terlindungi. Apakah ini cinta? Aku pun tak paham.

Namun, semakin dalam aku terjerat dalam hubungan ini, semakin jijik aku merasakannya. Setiap momen indah yang kami bagikan, ada sesuatu yang berbeda pada dirinya. Sesuatu yang tak terlihat dengan mata telanjang, tapi terasa dalam lubuk jiwa. Seiring berjalannya waktu, aku menyadari bahwa dia bukanlah manusia seperti yang kukira. Ada aura kegelapan yang menyelimuti dirinya, seakan menyedot kehidupan dari setiap orang yang dekat dengannya.

Aku mulai merasakan kengerian yang tak terucapkan dalam hatiku. Saat dia berbicara, suara yang keluar dari mulutnya terdengar merdu, tapi di balik senyumnya tersembunyi sesuatu yang mengerikan. Ketika aku melihat matanya, terasa seolah aku terhisap ke dalam jurang kelam yang tak berujung. Sesuatu yang tak manusiawi dan tak dapat aku jelaskan dengan kata-kata.

Aku berusaha melarikan diri dari kehadirannya yang mencekam, tapi ia mengikutiku kemana pun aku pergi. Aku merasa diriku terperangkap dalam labirin yang tak bisa ku keluar. Setiap langkahku diawasi olehnya, setiap pikiranku terbaca olehnya. Aku merasakan ketakutan yang melanda tubuhku, menjijikkan, dan mencekam hingga tulang-sumsumku.

Namun, meski aku tahu bahwa bertahan bersamanya berarti menghadapi kengerian tak berujung, aku masih merasa tergoda untuk melanjutkan. Rasa penasaran, cinta yang tak bisa ku pahami, dan keinginan untuk menemukan kebenaran di balik semua ini terus mendorongku maju.

Mungkin, inilah kutukan yang aku bawa sejak pertemuan pertama kami. Aku menyesal telah membuka pintu untuknya, membiarkannya masuk ke dalam hidupku…


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *